Korupsi

klik pada gambar slide untuk membaca artikel saya..... salam demokrat!!!!!

Fenomena Boys/Girls Band di Indonesia

G

untuk langsung membuka artikel pada gambar slide , klik dua kali pada judul artikel

Yogyakarta Punya Transjogja

klik gambar untuk lihat artikel gan!!!!

Karl Marx "materialisme Sejarah"

belajar bareng yak..

Pelajaran sosiologi pelajaran yang menyenangkan

jangan lupa tinggalkan koment yak...

Komunikasi antar budaya

jangan lupa tinggalkan koment yak...

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapoora

jangan lupa tinggalkan koment yak...

usaha peningkatan kompetensi profesionalisme guru

jangan lupa tinggalkan koment yak...

Pertumbuhan Pranata Sosial

jangan lupa tinggalkan koment yak...

PEMOGOKAN

jangan lupa tinggalkan koment yak...

Jumat, 22 Juni 2012

PEMOGOKAN


A.    Penyebab Terjadinya Pemogokan
Pemogokan atau mogok kerja adalah merupakan salah satu persoalan yang dapat meresahkan dunia usaha dan mengganggu hubungan kerja,keharmonisan dalam hubungan industrial serta keharmonisan kehidupan sosial masyarakat. karena melibatkan banyak pihak yang terkait. Di lain pihak bagi pekerja yang melakukan pemogokan kadang-kadang hanya merupakan keterpaksaan sebagai akibat buntunya pembicaraan atau tidak adanya komunikasi yang baik antara management dengan para pekerja/buruh, pada akhirnya mereka menempuh jalan mogok kerja demi menunjukkan integritas hak mereka dalam perundingan. Adanya kebuntuan atau mis-komunikasi, seakan tidak ada lagi jalan lain yang dapat ditempuh untuk dapat dipenuhinya keinginan mereka (para) pekerja/buruh.
Terkait dengan itu, sseperti apa yang disampaikan oleh Drs. Soewarto bahwa faktor dominan yang menjadi pemicu dan pendorong terjadinya pemogokan adalah kurang intensif dan kurang efektifnya komunikasi antara pekerja/buruh termasuk organisasinya dengan management (pengusaha). Disamping itu juga dikemukakan, bahwa ditemui beberapa faktor objektif, baik dari kalangan pekerja/buruh maupun management yang juga ikut mempengaruhi timbulnya kasus pemogokan atau mogok kerja. Lantas, bagaimana menghindari agar tidak terjadi mogok kerja, ataupun kalau harus terjadi tanpa melanggar aturan dan ketentuan. Terkait dengan itu, perlu difahami arti mogok kerja dalam perspektif Undang-Undang.
Menurut Pasal 137  Pasal 143 UUK, bahwa mogok kerja merupakan hak dasar pekerja / buruh dan serikat pekerja/serikat buruh (trade union). Oleh karena itu, dalam melaksanakan hak dasar tersebut, siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh untuk menggunakan hak mogok kerja sepanjang dilakukan secara sah, tertib dan damai. Demikian juga, siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib dan damai sesuai dengan ketentuan, asalkan mogok kerja tersebut dilakukan sebagai akibat gagalnya perundingan.
Penjelasan Pasal 137 UU No. 13/2003 disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan gagalnya perundingan yang menjadi alasan mogok kerja adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena :
  1. pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh (trade union) atau pekerja / buruh telah 2 (dua) kali meminta secara tertulis kepada pengusaha untuk berunding dalam tenggang waktu 14 (empatbelas) hari kerja; atau
  2. pengusaha mau melakukan perundingan, akan tetapi- perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu (deadlocked) sebagai yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Dengan demikian, penyebab terjadinya mogok kerja, selain tidak adanya kehendak salah satu pihak untukmelakukan komunikasi dengan baik, juga dapat terjadi karena kebuntuan komunikasi atau tidak adanya kesepakatan (deadlocked) dalam pembicaraan sesuai dengan tuntutan (penawaran) masing-masing.
            Pernyataan  “mengalami jalan buntu atau deadlocked” ini sering digunakan oleh pekerja atau serikat pekerja untuk memaksakan kehendak guna memenuhi tuntutan mereka. Dan apabila tidak dipenuhi tuntutan yang deadlocked tersebut, maka pekerja akan beraksi. Oleh karena itu kalimat ”gagalnya perundingan” harus diterjemahkan tidak hanya karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan, akan tetapi juga pengusaha telah melakukan perundingan akan tetapi setelah ditangani oleh petugas dari instansi ketenagakerjaan belum tercapai tuntutan dari pihak pekerja.

B.     Tuntutan dalam mogok kerja
Pemogokan atau mogok kerja sebagai alat (sarana) untuk mencapai tujuan pada awalnya muncul karena adanya tuntutan-tuntutan pekerja/buruh. Jika tuntutan-tuntutan tersebut dikaitkan dengan norma-norma hukum, maka dapat dibedakan menjadi tuntutan normatif dan tuntutan tidak normatif.
Tuntutan normatif adalah tuntutan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagai akibat pihak pengusaha (majikan) tidak memenuhi kewajiban yang diletakkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya tuntutan perbaikan struktur dan skala upah, tuntutan pembayaran THR dan sebagainya.
Dalam banyak kasus, tuntutan normatif yang paling menonjol adalah masalah pemutusan hubungan kerja (PHK), keikutsertaan dalam program jamsostek, tuntutan hak cuti, hak atas upah kerja lembur, pembentukan serikat pekerja (trade union) dan pelaksanaan UMR (sekarang UMP atau UMK/K). Kesemuanya itu merupakan hak pekerja/buruh yang seharusnya dilaksanakan secara konsekwen oleh management. Apabila pengawasan ketenagakerjaa berjalan baik, semestinya hak-hak normatif tidak perlu dituntut melalui mogok kerja, karena itu semua merupakan bagian dari penegakan hukum (law emporcement). Namun menurut Drs. Suwarto dengan terbatasnya jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan, maka pekerja/buruh ikut mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan .
Sebaliknya, tuntutan tidak normatif adalah tuntutan yang tidak didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, misalnya pemberian bonus tahunan bagi pekerja back office, tuntutan pemberian kesejahteraan lebih baik kepada pekerja dan keluarganya.
Selain dapat dilihat dari segi normatif atau tidak normatif, tuntutan pekerja/buruh dalam melakukan pemogokan / mogok kerja pekerja/buruh dapat dilihat dari segi lain, yakni mogok kerja bertendensi ekonomi, dan mogok kerja yang bertendensi non-ekonomi.
Mogok kerja yang bertendensi ekonomi, apabila pemogokan dilakukan oleh pekerja/buruh yang didasarkan pada tuntutan yang bernilai uang, misalnya tuntutan kenaikan upah, tuntutan pemberian uang makan dan transport, ataukah tuntutan yang berkenaan dengan pemberian fasilitas perumahan atau tempat tinggal di siteplan (semacam mess). Sebaliknya, mogok kerja yang bertendensi non-ekonomi, apabila pemogokan dilakukan oleh pekerja/buruh tidak berdasarkan pada tuntutan yang bernilai uang, seperti misalnya tuntutan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan dan restrukturisasi jabatan-jabatan dalam perusahaan, atau tuntutan utnuk meminta penggantian pimpinan perusahaan atau pimpinan unit kerja yang melakukan tindakan sewenang-wenang.
Dalam hal pekerja / buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, maka pekerja/buruh berhak mendapatkan upah . Dengan kata lain, apabila pekerja/buruh melakukan mogok kerja secara sah yang bukan merupakan tuntutan normatif, pada prinsipnya pekerja tidak berhak atas upah (no work no pay) , kecuali management dapat memberi toleransi upah tetap dibayar  .
C.    Dampak pemogokan

1.      Kerugian materiil bagi perusahaan karena berkurangnya jam kerja buruh
2.      Berkurangnya jam kerja secara mikro menurunkan hasil produksi dan secara makro merupakan salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
3.      Frekuensi pemogokan yang tinggi dan berskala besar serta dalam waktu yang lama bisa menimbulkan ketidakstabilan ekonomi dan politik.
4.      Ketidakstabilan ekonomi dan politik yang terjadi pada gilirannya menganggu iklim investasi.
5.      Mengganggu kegiatan ekspor-impor.

D.    Solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pemogokan.
Upaya penyelesaian mogok kerja kadang-kadang merupakan suatu seni tersendiri. Terkadang antara mogok kerja yang satu dengan mogok kerja lainnya berbeda teknik dan cara penanganan serta penyelesaiannya. Walaupun demikian dalam peraturan perundang-undangan diatur norma secara umum antara lain, bahwa sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan (melakukan mediasi) dan merundingkan dengan para pihak yang berselisih (pihak / kelompok yang mogok kerja dengan management). Dalam hal perundingan (mediasi) tersebut menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama (PB) yang ditanda-tangani oleh para pihak dan pegawai dari instansi yang ketenagakerjaan sebagai saksi.
Dalam hal perundingan (mediasi) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial  yang berwenang, yakni pengadilan hubungan industrial (PHI) atau arbitrase -dalam hal menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar trade union.  Sedangkan terkait dengan gagalnya perundingan yang tidak menghasilkan kesepakatan, maka atas dasar perundingan (antara pengusaha dengan trade union atau penanggung-jawab mogok kerja) tersebut, mogok kerja dapat diteruskan (tidak bekerja) atau dihentikan untuk sementara (kembali bekerja / masuk kerja sementara waktu) atau dihentikan sama sekali (dimana pekerja kembali masuk kerja seperti biasa).

Untuk mencegah timbulnya suatu mogok kerja maka perlu dilakukan hal berikut ini:
1.      Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman melalui loudspeaker.
2.      Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pemogokan adalah tindakan yg dilakukan pihak Pekerja atau buruh  terhadap pengusaha dengan tujuan menekan pengusaha utk memenuhi tuntutannya atau sebagai tindakan solidaritas untuk teman sekerja lainnya.Tindakannya dapat berupa: tidak melakukan pekerjaan sebagian atau seluruhnya, berhenti melakukan pekerjaan dg mogok duduk; memperlambat pekerjaan secara missal, dan lain-lain. Faktor utama yang menyenakan adanya pemogokan yaitu tidak terpenuhinya standar kesejahteraan yang sesuai dengan tuntutan pekerja dan jalan buntu yang dialami dalam perundingan antara kedua belah pihak. Tuntutan dalam mogok kerja dapat dilihat dari norma- norma hukum yaitu menjadi tuntutan normatif dan tuntutan tidak normatif. Selain itu juga terdapat tuntutan ekonomi dan non-ekonomi. Dampak dari suatu pemogokan yaitu kerugian materiil perusahaan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, produktivitas pekerja menurun, pemogokan yang tidak sesaui dengan prosedur dan berkepanjangan berdampak pada ketidakstabilan sosial,ekonomi politik. Solusi untuk menyelesaiakan masalah pemogokan yaitu dipenuhinya tuntutan pekerja yang diajukan dan disuarakan saat melakukan pemogokan, selain itu mediasi juga salah satu cara menyelesaiakan permasalahan, yaitu dengan mempertemukan kepentingan keduabelah pihak yaitu pekerja/ buruh dan mangemen perusahaan/ pengusaha.
B.     Saran



DAFTAR PUSTAKA
-          Aloysius, Uwiyono, S.H. M.H. 2001. Hakl Mogok Di Indonesia. Jakarta :UI Press.
-          Soerjono, Soekanto.2009.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers.

KOMUNIKASI KELOMPOK



A.    Pengertian dan Karakteristik Komunikasi Kelompok
1.      Pengertian Kelompok
Kelompok dapat diartikan sejumlah orang yg terlibat dlm interaksi pd suatu pertemuan tatap muka, di mana setiap anggota mendapat kesan yg jelas, sehingga seseorang baik di saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dpt memberikan tanggapan kepada yang lainnya.
Menurut ADLER & RODMAN, Kelompok adalah sekumpulan kecil orang yg saling berinteraksi, biasanya tatap muka dlm waktu yg lama guna mencapai tujuan tertentu. Ada 4 elemen kelompok yaitu: interaksi, waktu, ukuran, tujuan.
2.      Pengertian Komunikasi Kelompok menurut para ahli
            Menurut goldberg & larson, Komunikasi Kelompok adalah suatu bidang studi penelitian & terapan yg secara umum tidak menitikberatkan perhatiannya pd proses kelompok, tetapi pd tingkah laku individu dlm diskusi kelompok tatap muka yg kecil.
Selain pengertian diatas burgoon & ruffner juga memberikan definisi mengenai komunikasi kelompok, yaitu interaksi tatap muka dr tiga atau lebih individu utk memperoleh yg dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dpt menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dgn akurat. (ada 4 unsur: interaksi tatap muka, jumlah partisipan, tujuan & kemampuan anggota utk menumbuhkan karakteristik anggota lainnya)
3.      Karakteristik Komunikasi Kelompok
            Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu norma dan peran.
      Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang- orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu sama lainnya. severin dan tankard (2005: 220) menyebutkan ada dua jenis norma, yaitu deskriptif dan perintah. Norma deskriptif  menentukan apa yang seharusnya dilakukandalam sebuah konteks, sedangkan norma perintah menentukan apa  yang umumnya disetujuai oleh masyarakat.
      Terdapat tiga kategori norma dalam kelompok yaitu norma sosial, prosedural, dan tugas. norma sosial mengatur hubungan dianatar anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan secara rinci bagaimana suatu kelompok mengambil keputusan, harus beroperasi, dan pada akhirnya pada lkesepakatan kelompok. Norma tugas mengatur bagaimana pekerjaan harus dilakukan ( sendjaja 2002: 3.6).
                Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Menurut soerjono soekanto, seseorang telah menjalankan peran apabila telh melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan keduduknnya.
                Menurut adler & rodman  peran dalam komuikasi kelompok meliputi fungsi tugas dan pemeliharaan. Fungsi Tugas yaitu pemberi informasi, pemberi pendapat, pencari informasi dan pemberi aturan. Sedangkan  Fungsi Pemeliharaan meliputi pendorong partisipasi, penyelaras, penurunan ketegangan, penanganan persoalan pribadi.
Menurut brilhart, ada 5 karakteristik komunikasi dalam kelompok, yaitu:
  1. Meliputi sekelompok kecil orang (2-20) sehingga setiap orang menjadi sadar & mampu bereaksi terhadap yang lainnya.
  2. Untuk keberhasilan pencapaian tujuan setiap orang harus terikat dalam kondisi saling ketergantungan.
  3. Setiap orang harus mempunyai rasa saling memiliki & mengidentifikasi diri dengan anggota kelompok lain.
  4. Interaksi secara oral, walau tidak seluruh interaksi berlangsung secara oral, tapi yang signifikan melalui pembicaraan.
  5. Perilaku didasarkan pd norma-norma, nilai & prosedur yg diterima tiap anggota.
  1. Prinsip dasar komunikasi kelompok
Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hamper semua aspek kehidupan. Ia bias merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat merupakan sarana meningkatkan pengethuan para anggotanya (kelompok belajar) dan ia bias pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota (kelompok pemecahan masalah). Jadi, banyak manfaat yang dapat kita petik bila kita ikut terlibat dalam seuatu kelompok yang sesuai dengan rasa ketertarikan (interest) kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi dirinya dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada orang lain (misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisosial.
Ada empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman tersebut, yaitu :
Elemen pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.
Elemen yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
Elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompk. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu kemampuan setiap anggota kelompk untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi rekasi pada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama.
Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.