MENYOAL MASALAH PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DAN SINGAPURA
A. Pengertian ekstradisi
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi).
Ekstradisi dilakukan atas dasar suatu ”perjanjian” (treaty) antara suatu negara dengan negara lain yang ratifikasinya dilakukan dengan undang-undang. Jika belum ada perjanjian maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar ”hubungan baik” dan jika kepentingan negara Republik Indonesia menghendakinya (Pasal 2 ayat 1 dan 2).
B. Hal penting dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura
Ditandatanganinya perjanjian ekstradisi pada tanggal 28 April 2007 di Istana Tampak Siring, Bali, merupakan babak baru untuk membuka hubungan antara Indonesia Singapura setelah proses panjang penuh dinamika lebih dari 30 tahun.Perjanjian berjalan cukup alot karena masing-masing pihak ingin mendapatkan perjanjian yang tidak meruplkan kedua belah pihak dan sejalan dengan kerangka hukum nasional.Ektradisi ini pada hakekatnya merupakan salah satu implementasi dari konvensi Internasional anti korupsi (UNCAC) dimana Indonesia telah meratifikasi, sementara Singapore baru menandatangani tetapi belum meratifikasi.
Perjanjian ektradisi RI - Singapore pada hakekatnya adalah penjanjian dimana setiap pihak sepakat untuk mengektradisi kepada pihak lainnya, dimana setiap orang yang ditemukan berada diwilayah Pihak diminta dan dicari oleh pihak Peminta untuk tujuan penuntutan (diartikan termasuk penyidikan) atau penerapan pelaksanaan hukuman atas suatu kejahatan yang dapat diestradisikan yang dilakukan dalam yurisdiksi Pihak Peminta.
Poin-poin yang sangat penting dalam perjanjian ini adalah :
- Jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan adalah kejahatan yang ancaman pidananya sekurang-kurangnya 2 tahun dan memenuhi kriteria "double criminality”(Kejahatan yang diakui oleh hukum kedua negara). Terdapat 30 jenis Kejahatan yang memenuhi kriteria ini. (daftar jenis kejahatan terlampir). -
- Dari sejumlah tindak pidana yang diekstradisikan diantaranya termasuk tindak pidana ekonomi yaitu korupsi, penyuapan, pemalsuan uang, kejahatan perbankan (perolehan kredit atau property melalui fraud terhadap bank), pelanggaran hukum perusahaan, kepailitan dan pencucian uang hasil korupsi. -
- Selain 30 jenis kejahatan perjanjian ini juga menganut "open system" yang terbatas. Artinya Ketigapuluh satu daftar tersebut tidak bersifat tertutup dan memungkinkan adanya penambahan daftar tindak pidana baru, khususnya jenis jenis kejahatan baru.
- Kedua belah pihak sepakat untuk tidak mempermasalahkan perbedaan kualifikasi kejahatan ataupun unsur-unsur kejahatan sepanjang hakekat keseluruhan kejahatan tersebut diakui oleh hukum kedua negara. -
- Perjanjian ini diberlakukan surut (retroactive) dan dapat mencakup tindak kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisikan 15 tahun sebelum perjanjian ini berlaku setelah proses ratifikasi dilakukan parlemen kedua negara.
- Perjanjian ini dapat menjangkau pelaku tindak kejahatan kedua negara yang melarikan diri dari wilayah juridiksi kedua negara tersebut. Dalam kaitan ini, disepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan.
Perjanjian menentukan bahwa negara diminta dapat menolak permintaan, apabila buronan tsb adalah warga negaranya. Namun hal ini tidak berlaku untuk kejahatan terorisme dan penyuapan serta kejahatan lain terkait korupsi. Dalam keadaan tertentu (urgen cases), penangkapan sementara dapat dilakukan atas permintaan negara peminta sejauh terdapat bukti-bukti yang memadai untuk melakukan penangkapan buronan yang dicari.
TINDAK PIDANA YANG DAPAT DI EKSTRADISIKAN
Ekstradisi wajib dikabulkan untuk suatu tindak pidana yang dapat diekstradisikan, yang mempakan tindak pidana yang termasuk dalam daftar tindak pidana berikut ini dan yang dapat dihukum berdasarkan hukum kedua Pihak dengan ancaman pidana penjara tidak kurang dari 24 bulan, atau ancaman pidana yang lebih berat:
(i) pembunuhan;
(ii) menghilangkan nyawa orang lain atau karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal;
(iii) tindak pidana yang melauggar ketentuan tentang aborsi;
(iv) dengan sengaja melukai atau menyebabkan luka berat;
(v) Penganiayaan;
(vi) perkosaan;
(vii) bersetubuh dengan wanita secara melawan hukum,.
(viii) tindak pidana kesusilaan;
(ix) pembelian, atau perdagangan wanita atau anak-anak untuk tujuan imoral;
(x) penculikan, melarikan orang atau perampasan kemerdekaan orang, atau terlibat dalam perbudakan;
(xi) penculikan, penelantaran, pengeksploitasian atau penahanan yang tidak sah terhadap seorang anak;
(xii) penyuapan dan perbuatan perbuatan korupsi lainnya;
(xiii) pembakaran;
(xiv) tindak pidana terkait pemalsuan mata uang;
(xv) tindak pidana melawan hukum terkait pemalsuan;
(xvi) pencurian, penggelapan, penipuan yang berkaitan dengan konversi, penipuan berkaitan dengan pemalsuan pembukuan, perolehan harta kekayaan atau kredit melalui penipuan, penerimaan harta kekayaan curian atau tindak pidana lain terkait harta kekayaan melalui penipuan,
(xvii) perampokan;
(xviii) ) pemerasan atau pemerasan dengan menggunakan ancaman atau dengan menyalahgunakan kekuasaan;
(xix) tindak pidana yang melanggar hukum kepailitan dan hukum pemsahaan;
(xx) dengan sengaja merusak harta kekayaan;
(xxi) perbuatan perbuatau yang dilakukan deugan maksud membahayakan kendaraan, kapal laut atau pesawat terbang, termasuk orang yang berada di dalamnya;
(xxii) tindak pidana yang melanggar undang-undang psikotropika, obat-obatan berbahaya atau narkotika.
(xxiii) Perompakan
(xxiv) pemberontakan melawan kewenangan nahkoda kapal atau kapten pilot pesawat terbang;
(xxv) pembajakan dan perbuatan lain yang membahayakan keselamatan pesawat terbang dan perbuatan yang membahayakan keselamatan bandara internasional;
(xxvi) tindak pidana pendanaan terorisme;
(xxvii) pembajakan kapal, penghancuran atau perusakan kapal, perbuatan lain yang membahayakan atau dapat membahayakan keselamatan navigasi dan tindak pidana yang berkaitan dengan ancaman untuk melakukan hal-hal tersebut;
(xxviii) tindak pidana yang melanggar hukum yang berkaitan dengan keuntungan yang didapat dari korupsi, perdagangan gelap obat-obatan dan tindak pidana berat lainnya;
(xxix) sumpah palsu atau keterangan palsu di bawah sumpah atau bersekongkol untuk menghalangi jalannya peradilan;
(xxx) pencurian dengan pemberatan atau tindak pidana sejenis;
(xxxi) tindak pidana lain yang dapat diekstradisikan oleh undang-undang ekstradisi kedua Pihak dan undang-undang Yang mensahkan kewajiban kewajiban berdasarkan konvensi internasional dimana, keduanya adalah pihak.
C. Pelaksanaan perjanjian Ekstradisi Indonesia dengan Singapura.
Dalam hubungan antara Indonesia dengan Singapura, kita tentu tidak asing dengan isu Perjanjian Ekstradisi antara kedua negara tersebut. Isu tersebut menjadi Topik yang sering memanaskan hubungan antar dua negara tetangga tersebut. Perjanjian ekstradisi antar kedua negara ini memang menjadi kebutuhan yang mendesak bagi salah satu pihak terutama pihak pemerintah Indonesia. Banyak pelaku kasus kejahatan dari Indonesia yang melarikan diri ke Singapura, antara lain pelaku tindak kejahatan korupsi. Mereka melarikan diri ke Singapura selain karena jaraknya yang dekat, juga dikarenakan belum adanya realisasi atau pelaksaanaan perjanjian ekstradisi, sehingga mereka dapat melenggang bebas, tanpa takut adanya ancaman pihak hukum di negara tersebut, untuk mengembalikannya ke negara asal, karena telah terjerat kasus hukum di negara asalnya sendiri.
Sebenarnya Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura sudah diusahakan dan sangat diperjuangkan oleh pemerintah Indonesia, agar segera menjadi kenyataan dan terealisasi dengan baik.Sehingga ketika ada pelaku tindak kejahatan yang melarikan diri ke Singapura, dapat diekstradisi, untuk kemudian dapat diproses secara hokum.
Keinginan membuat perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura sangat diinginkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an, ketika Indonesia mempelopori perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara tetangga, termasuk Filipina, Malaysia, Thailand, Australia, Hongkong, dan Korea Selatan. Sementara pemerintah Singapura kala itu tidak memberi respon dengan alasan perbedaan sistem hukum. Menurut Singapura, perjanjian ekstradisi sulit diimplementasikan. Perubahan sikap ditunjukkan Singapura sejak akhir 2004. Dalam pertemuan bilateral kedua kepala negara Singapura dan Indonesia di Tampak Siring, Bali pada tanggal 4 Oktober 2005, muncul sebuah kesepahaman bersama bahwa proses negosiasi untuk perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerjasama yang baru dalam bidang pertahanan akan dilaksanakan secara paralel.
Setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang penuh dinamika lebih dari 30 tahun, pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali, Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian kerjasama pertahanan (DefenceCooperation Agreement). Perjanjian tersebut ditandatangani satu paket dengan perjanjian ekstradisi (Extradition Treaty). Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut merupakan babak baru untuk membuka hubungan antara Indonesia dan Singapura. Sebelumnya Singapura hanya mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara-negara persemakmuran Inggris dan berinteraksi dengan negaranegara sekutu. Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura menjadi sebuah sinyal positif yang diberikan Singapura kepada Indonesia.
Kerjasama pertahanan Indonesia dan Singapura (DefenceCooperation Agreement)merupakan salah satubentuk dari posisi tawar atau bargaining power diplomasi Indonesia dalam menjalin hubungan kerjasama bilateral dengan negara Singapura. Bargainingpower yang digunakan Indonesia dalam menyetujui kerjasama perjanjian pertahanan dan ekstradisi adalah adanya pemikiran bahwa DCA akan mampu menjadi alat yang efektif guna menekan Singapura agar melaksanakan perjanjian ekstradisi, dimana Singapura wajib mengejar dan mengekstradisi para tersangka tindak pidana korupsi yang lari dari Indonesia dan pergi ke Singapura. Sebagai konsekuensinya, Indonesia akan memberikan izin kepada Singapura untuk menggunakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) guna latihan militer tentara Singapura, dikarenakan Singapura merupakan negara yang tidak memiliki wilayah yang cukup luas untuk dijadikan sebagai tempat latihan militer.
Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian DCA yang ditanda tangani satu paket dengan perjanjian ekstradisi. Namun, sejak ditandangani hingga saat ini muncul sikap pro dan kontra. Kondisi pro dan kontra tersebut membuat Indonesia dan Singapura terjepit oleh kondisi dilematis yang sangat berat. Kritik yang diarahkan pada isi dari perjanjian itu tidak hanya pada proses sosialisasinya. Salah satunya tentang beberapa daerah yang disepakati untuk dijadikan tempat latihan militer. Tentang hal ini beberapa pihak berpendapat bahwa penentuan wilayah Indonesia sebagai tempat latihan militer gabunganmerupakan pelanggaran terhadap kedaulatan RI.
Munculnya Pro Kontra Terhadap Perjanjian Ekstradisi yang satu Paket dengan DCA, juga mengganggu terealisasinya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura. Singapura menunjukkan sikap yang tidak kooperatif untuk terealisasinya perjanjian ekstradisi, jika perjanjian ekstradisi tidak satu paket dengan DCA, sedangkan menurut banyak kalangan perjanjian Ekstradisi yang Sepaket dengan DCA akan merugikan Indonesia.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan singapura masih terlihat semu dalam kejelasan peraturan dan pelaksanaan atau implementasi dari perjanjian ekstradisi. Sampai saat ini saja masih banyak pelaku kasus kejahatan yang masuk dalam poin peraturan perjanjian ekstradisi, yang melarikan diri ke singapura namun pemerintah singapura tidak menyerahkan pelaku kejahatan tersebut pada Indonesia sesuai perjanjian ekstradisi. singapura dijadikan sebagai persinggahan para pelaku kasus kejahatan di indonesia untuk bersembunyi dan melarikan diri karena begitu mudahnya bagi para pelaku untuk terbebas dari jerat hukum karena tidak ada aturan hukum yang dapat menjerat mereka di negara Singapura tersebut.
Masalah korupsi hanya salah satu poin dari perjanjian, selebihnya sekitar 30 poin berisi masalah lain. Masalah lain yang diatur antara lain pencucian uang, kejahatan kerah putih, dan sebagainya. meski belum jelas isi perjanjian ekstradisi yang akan ditandatangani oleh pemerintah RI-Singapura, harapan masyarakat tetap ada untuk pemulangan koruptor-koruptor beserta asetnya ke Tanah Air. Namun sampai sekarang hal ini tidak kunjung terlaksana karena perjanjian ini akan lumpuh jika konvensi Internasional PBB tahun 2003 soal antikorupsi tak kunjung diratifikasi oleh Singapura. Dengan meratifikasi konvensi ini, Singapura dijamin tak lagi bisa mencari untuk menahan aset koruptor asal Indonesia.Konvensi ini menyebutkan bahwa suatu negara yang telah berkomitmen dengan terkait dengan kesulitan yang dialami Singapura sejak Indonesia melarang ekspor pasir darat Januari lalu-menyusul pelarangan ekspor pasir laut beberapa waktu sebelumnya.Kebijakan dan Pengawasan yang ketat oleh pihak keamanan Indonesia atas penyelundupan pasir ke Singapura juga turut mempengaruhi keputusan singapura untuk meratifikasi keputusan konvensi internasional PBB soal antikorupsi. Singapura sangat membutuhkan Pasir dari Indonesia untuk perluasan wilayah dan reklamasi di negaranya akan tetapi sejak pen stop an masuknya pasir dari Indonesia, Singapura mengalami masalah dalam usaha untuk perluasan wilayahnya. Oleh karena hal tersebut, Singapura akhirnya mengambil sikap dan keputusan yang seolah-olah mempersulit terealisasinya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.Hal tersebutlah yang sekarang ini tetap membuat Indonesia sulit untuk menangkap pelaku korupsi dan kejahatan lainnya yang melarikan diri ke singapura.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dinilai sangat dibutuhkan bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan berbagai kasus kejahatan yang bersifat transnasional. Bagi indonesia dengan ditanda tangani perjanjian eksradisi tersebut diharapkan dapat memulangkan koruptor asal Indonesia yang berkeliaran dengan bebas di Singapura dan mendapatkan kembali aset hasil korupsi. Tidak hanya kasus korupsi saja namun kejahatan jenis lainnya pun harapannya dapat dijerat dengan peraturan hasil perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani pada tahun 2007.Sedangkan bagi singapura mendapat keuntungan yaitu singapura akan mendapat izin untuk melaksanakan latihan militer di Indonesia, karena perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan singapura sepakat dengan DCA (DefenceCooperation Agreement). Namun sampai tahun 2011 ini implementasi dari perjanjian ekstradisi kedua belah Negara belum terlaksana terbukti dengan banyaknya pelaku kasus kejahatan dari Indonesia yang memilih singapura sebagai tempat pelarian untuk terhindar dari jerat hukum negeri ini.
A. Pengertian ekstradisi
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi).
Ekstradisi dilakukan atas dasar suatu ”perjanjian” (treaty) antara suatu negara dengan negara lain yang ratifikasinya dilakukan dengan undang-undang. Jika belum ada perjanjian maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar ”hubungan baik” dan jika kepentingan negara Republik Indonesia menghendakinya (Pasal 2 ayat 1 dan 2).
B. Hal penting dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura
Ditandatanganinya perjanjian ekstradisi pada tanggal 28 April 2007 di Istana Tampak Siring, Bali, merupakan babak baru untuk membuka hubungan antara Indonesia Singapura setelah proses panjang penuh dinamika lebih dari 30 tahun.Perjanjian berjalan cukup alot karena masing-masing pihak ingin mendapatkan perjanjian yang tidak meruplkan kedua belah pihak dan sejalan dengan kerangka hukum nasional.Ektradisi ini pada hakekatnya merupakan salah satu implementasi dari konvensi Internasional anti korupsi (UNCAC) dimana Indonesia telah meratifikasi, sementara Singapore baru menandatangani tetapi belum meratifikasi.
Perjanjian ektradisi RI - Singapore pada hakekatnya adalah penjanjian dimana setiap pihak sepakat untuk mengektradisi kepada pihak lainnya, dimana setiap orang yang ditemukan berada diwilayah Pihak diminta dan dicari oleh pihak Peminta untuk tujuan penuntutan (diartikan termasuk penyidikan) atau penerapan pelaksanaan hukuman atas suatu kejahatan yang dapat diestradisikan yang dilakukan dalam yurisdiksi Pihak Peminta.
Poin-poin yang sangat penting dalam perjanjian ini adalah :
- Jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan adalah kejahatan yang ancaman pidananya sekurang-kurangnya 2 tahun dan memenuhi kriteria "double criminality”(Kejahatan yang diakui oleh hukum kedua negara). Terdapat 30 jenis Kejahatan yang memenuhi kriteria ini. (daftar jenis kejahatan terlampir). -
- Dari sejumlah tindak pidana yang diekstradisikan diantaranya termasuk tindak pidana ekonomi yaitu korupsi, penyuapan, pemalsuan uang, kejahatan perbankan (perolehan kredit atau property melalui fraud terhadap bank), pelanggaran hukum perusahaan, kepailitan dan pencucian uang hasil korupsi. -
- Selain 30 jenis kejahatan perjanjian ini juga menganut "open system" yang terbatas. Artinya Ketigapuluh satu daftar tersebut tidak bersifat tertutup dan memungkinkan adanya penambahan daftar tindak pidana baru, khususnya jenis jenis kejahatan baru.
- Kedua belah pihak sepakat untuk tidak mempermasalahkan perbedaan kualifikasi kejahatan ataupun unsur-unsur kejahatan sepanjang hakekat keseluruhan kejahatan tersebut diakui oleh hukum kedua negara. -
- Perjanjian ini diberlakukan surut (retroactive) dan dapat mencakup tindak kejahatan-kejahatan yang dapat diekstradisikan 15 tahun sebelum perjanjian ini berlaku setelah proses ratifikasi dilakukan parlemen kedua negara.
- Perjanjian ini dapat menjangkau pelaku tindak kejahatan kedua negara yang melarikan diri dari wilayah juridiksi kedua negara tersebut. Dalam kaitan ini, disepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan.
Perjanjian menentukan bahwa negara diminta dapat menolak permintaan, apabila buronan tsb adalah warga negaranya. Namun hal ini tidak berlaku untuk kejahatan terorisme dan penyuapan serta kejahatan lain terkait korupsi. Dalam keadaan tertentu (urgen cases), penangkapan sementara dapat dilakukan atas permintaan negara peminta sejauh terdapat bukti-bukti yang memadai untuk melakukan penangkapan buronan yang dicari.
TINDAK PIDANA YANG DAPAT DI EKSTRADISIKAN
Ekstradisi wajib dikabulkan untuk suatu tindak pidana yang dapat diekstradisikan, yang mempakan tindak pidana yang termasuk dalam daftar tindak pidana berikut ini dan yang dapat dihukum berdasarkan hukum kedua Pihak dengan ancaman pidana penjara tidak kurang dari 24 bulan, atau ancaman pidana yang lebih berat:
(i) pembunuhan;
(ii) menghilangkan nyawa orang lain atau karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal;
(iii) tindak pidana yang melauggar ketentuan tentang aborsi;
(iv) dengan sengaja melukai atau menyebabkan luka berat;
(v) Penganiayaan;
(vi) perkosaan;
(vii) bersetubuh dengan wanita secara melawan hukum,.
(viii) tindak pidana kesusilaan;
(ix) pembelian, atau perdagangan wanita atau anak-anak untuk tujuan imoral;
(x) penculikan, melarikan orang atau perampasan kemerdekaan orang, atau terlibat dalam perbudakan;
(xi) penculikan, penelantaran, pengeksploitasian atau penahanan yang tidak sah terhadap seorang anak;
(xii) penyuapan dan perbuatan perbuatan korupsi lainnya;
(xiii) pembakaran;
(xiv) tindak pidana terkait pemalsuan mata uang;
(xv) tindak pidana melawan hukum terkait pemalsuan;
(xvi) pencurian, penggelapan, penipuan yang berkaitan dengan konversi, penipuan berkaitan dengan pemalsuan pembukuan, perolehan harta kekayaan atau kredit melalui penipuan, penerimaan harta kekayaan curian atau tindak pidana lain terkait harta kekayaan melalui penipuan,
(xvii) perampokan;
(xviii) ) pemerasan atau pemerasan dengan menggunakan ancaman atau dengan menyalahgunakan kekuasaan;
(xix) tindak pidana yang melanggar hukum kepailitan dan hukum pemsahaan;
(xx) dengan sengaja merusak harta kekayaan;
(xxi) perbuatan perbuatau yang dilakukan deugan maksud membahayakan kendaraan, kapal laut atau pesawat terbang, termasuk orang yang berada di dalamnya;
(xxii) tindak pidana yang melanggar undang-undang psikotropika, obat-obatan berbahaya atau narkotika.
(xxiii) Perompakan
(xxiv) pemberontakan melawan kewenangan nahkoda kapal atau kapten pilot pesawat terbang;
(xxv) pembajakan dan perbuatan lain yang membahayakan keselamatan pesawat terbang dan perbuatan yang membahayakan keselamatan bandara internasional;
(xxvi) tindak pidana pendanaan terorisme;
(xxvii) pembajakan kapal, penghancuran atau perusakan kapal, perbuatan lain yang membahayakan atau dapat membahayakan keselamatan navigasi dan tindak pidana yang berkaitan dengan ancaman untuk melakukan hal-hal tersebut;
(xxviii) tindak pidana yang melanggar hukum yang berkaitan dengan keuntungan yang didapat dari korupsi, perdagangan gelap obat-obatan dan tindak pidana berat lainnya;
(xxix) sumpah palsu atau keterangan palsu di bawah sumpah atau bersekongkol untuk menghalangi jalannya peradilan;
(xxx) pencurian dengan pemberatan atau tindak pidana sejenis;
(xxxi) tindak pidana lain yang dapat diekstradisikan oleh undang-undang ekstradisi kedua Pihak dan undang-undang Yang mensahkan kewajiban kewajiban berdasarkan konvensi internasional dimana, keduanya adalah pihak.
C. Pelaksanaan perjanjian Ekstradisi Indonesia dengan Singapura.
Dalam hubungan antara Indonesia dengan Singapura, kita tentu tidak asing dengan isu Perjanjian Ekstradisi antara kedua negara tersebut. Isu tersebut menjadi Topik yang sering memanaskan hubungan antar dua negara tetangga tersebut. Perjanjian ekstradisi antar kedua negara ini memang menjadi kebutuhan yang mendesak bagi salah satu pihak terutama pihak pemerintah Indonesia. Banyak pelaku kasus kejahatan dari Indonesia yang melarikan diri ke Singapura, antara lain pelaku tindak kejahatan korupsi. Mereka melarikan diri ke Singapura selain karena jaraknya yang dekat, juga dikarenakan belum adanya realisasi atau pelaksaanaan perjanjian ekstradisi, sehingga mereka dapat melenggang bebas, tanpa takut adanya ancaman pihak hukum di negara tersebut, untuk mengembalikannya ke negara asal, karena telah terjerat kasus hukum di negara asalnya sendiri.
Sebenarnya Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura sudah diusahakan dan sangat diperjuangkan oleh pemerintah Indonesia, agar segera menjadi kenyataan dan terealisasi dengan baik.Sehingga ketika ada pelaku tindak kejahatan yang melarikan diri ke Singapura, dapat diekstradisi, untuk kemudian dapat diproses secara hokum.
Keinginan membuat perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura sangat diinginkan pemerintah Indonesia sejak tahun 1970-an, ketika Indonesia mempelopori perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara tetangga, termasuk Filipina, Malaysia, Thailand, Australia, Hongkong, dan Korea Selatan. Sementara pemerintah Singapura kala itu tidak memberi respon dengan alasan perbedaan sistem hukum. Menurut Singapura, perjanjian ekstradisi sulit diimplementasikan. Perubahan sikap ditunjukkan Singapura sejak akhir 2004. Dalam pertemuan bilateral kedua kepala negara Singapura dan Indonesia di Tampak Siring, Bali pada tanggal 4 Oktober 2005, muncul sebuah kesepahaman bersama bahwa proses negosiasi untuk perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerjasama yang baru dalam bidang pertahanan akan dilaksanakan secara paralel.
Setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang penuh dinamika lebih dari 30 tahun, pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring, Bali, Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian kerjasama pertahanan (DefenceCooperation Agreement). Perjanjian tersebut ditandatangani satu paket dengan perjanjian ekstradisi (Extradition Treaty). Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut merupakan babak baru untuk membuka hubungan antara Indonesia dan Singapura. Sebelumnya Singapura hanya mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara-negara persemakmuran Inggris dan berinteraksi dengan negaranegara sekutu. Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura menjadi sebuah sinyal positif yang diberikan Singapura kepada Indonesia.
Kerjasama pertahanan Indonesia dan Singapura (DefenceCooperation Agreement)merupakan salah satubentuk dari posisi tawar atau bargaining power diplomasi Indonesia dalam menjalin hubungan kerjasama bilateral dengan negara Singapura. Bargainingpower yang digunakan Indonesia dalam menyetujui kerjasama perjanjian pertahanan dan ekstradisi adalah adanya pemikiran bahwa DCA akan mampu menjadi alat yang efektif guna menekan Singapura agar melaksanakan perjanjian ekstradisi, dimana Singapura wajib mengejar dan mengekstradisi para tersangka tindak pidana korupsi yang lari dari Indonesia dan pergi ke Singapura. Sebagai konsekuensinya, Indonesia akan memberikan izin kepada Singapura untuk menggunakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) guna latihan militer tentara Singapura, dikarenakan Singapura merupakan negara yang tidak memiliki wilayah yang cukup luas untuk dijadikan sebagai tempat latihan militer.
Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian DCA yang ditanda tangani satu paket dengan perjanjian ekstradisi. Namun, sejak ditandangani hingga saat ini muncul sikap pro dan kontra. Kondisi pro dan kontra tersebut membuat Indonesia dan Singapura terjepit oleh kondisi dilematis yang sangat berat. Kritik yang diarahkan pada isi dari perjanjian itu tidak hanya pada proses sosialisasinya. Salah satunya tentang beberapa daerah yang disepakati untuk dijadikan tempat latihan militer. Tentang hal ini beberapa pihak berpendapat bahwa penentuan wilayah Indonesia sebagai tempat latihan militer gabunganmerupakan pelanggaran terhadap kedaulatan RI.
Munculnya Pro Kontra Terhadap Perjanjian Ekstradisi yang satu Paket dengan DCA, juga mengganggu terealisasinya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura. Singapura menunjukkan sikap yang tidak kooperatif untuk terealisasinya perjanjian ekstradisi, jika perjanjian ekstradisi tidak satu paket dengan DCA, sedangkan menurut banyak kalangan perjanjian Ekstradisi yang Sepaket dengan DCA akan merugikan Indonesia.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan singapura masih terlihat semu dalam kejelasan peraturan dan pelaksanaan atau implementasi dari perjanjian ekstradisi. Sampai saat ini saja masih banyak pelaku kasus kejahatan yang masuk dalam poin peraturan perjanjian ekstradisi, yang melarikan diri ke singapura namun pemerintah singapura tidak menyerahkan pelaku kejahatan tersebut pada Indonesia sesuai perjanjian ekstradisi. singapura dijadikan sebagai persinggahan para pelaku kasus kejahatan di indonesia untuk bersembunyi dan melarikan diri karena begitu mudahnya bagi para pelaku untuk terbebas dari jerat hukum karena tidak ada aturan hukum yang dapat menjerat mereka di negara Singapura tersebut.
Masalah korupsi hanya salah satu poin dari perjanjian, selebihnya sekitar 30 poin berisi masalah lain. Masalah lain yang diatur antara lain pencucian uang, kejahatan kerah putih, dan sebagainya. meski belum jelas isi perjanjian ekstradisi yang akan ditandatangani oleh pemerintah RI-Singapura, harapan masyarakat tetap ada untuk pemulangan koruptor-koruptor beserta asetnya ke Tanah Air. Namun sampai sekarang hal ini tidak kunjung terlaksana karena perjanjian ini akan lumpuh jika konvensi Internasional PBB tahun 2003 soal antikorupsi tak kunjung diratifikasi oleh Singapura. Dengan meratifikasi konvensi ini, Singapura dijamin tak lagi bisa mencari untuk menahan aset koruptor asal Indonesia.Konvensi ini menyebutkan bahwa suatu negara yang telah berkomitmen dengan terkait dengan kesulitan yang dialami Singapura sejak Indonesia melarang ekspor pasir darat Januari lalu-menyusul pelarangan ekspor pasir laut beberapa waktu sebelumnya.Kebijakan dan Pengawasan yang ketat oleh pihak keamanan Indonesia atas penyelundupan pasir ke Singapura juga turut mempengaruhi keputusan singapura untuk meratifikasi keputusan konvensi internasional PBB soal antikorupsi. Singapura sangat membutuhkan Pasir dari Indonesia untuk perluasan wilayah dan reklamasi di negaranya akan tetapi sejak pen stop an masuknya pasir dari Indonesia, Singapura mengalami masalah dalam usaha untuk perluasan wilayahnya. Oleh karena hal tersebut, Singapura akhirnya mengambil sikap dan keputusan yang seolah-olah mempersulit terealisasinya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.Hal tersebutlah yang sekarang ini tetap membuat Indonesia sulit untuk menangkap pelaku korupsi dan kejahatan lainnya yang melarikan diri ke singapura.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dinilai sangat dibutuhkan bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan berbagai kasus kejahatan yang bersifat transnasional. Bagi indonesia dengan ditanda tangani perjanjian eksradisi tersebut diharapkan dapat memulangkan koruptor asal Indonesia yang berkeliaran dengan bebas di Singapura dan mendapatkan kembali aset hasil korupsi. Tidak hanya kasus korupsi saja namun kejahatan jenis lainnya pun harapannya dapat dijerat dengan peraturan hasil perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani pada tahun 2007.Sedangkan bagi singapura mendapat keuntungan yaitu singapura akan mendapat izin untuk melaksanakan latihan militer di Indonesia, karena perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan singapura sepakat dengan DCA (DefenceCooperation Agreement). Namun sampai tahun 2011 ini implementasi dari perjanjian ekstradisi kedua belah Negara belum terlaksana terbukti dengan banyaknya pelaku kasus kejahatan dari Indonesia yang memilih singapura sebagai tempat pelarian untuk terhindar dari jerat hukum negeri ini.